CERPEN : LELAKI DAN PEPOHONAN (SERIES)
Saturday, July 23, 2016
0
comments
Kampung kecil itu, dikepung, dan dihimpit dengan perkasa oleh perkebunan raksasa milik investor-investor luar, hari ini, suasana di kampung lebih ramai, maklum hari minggu, penduduk yang bekerja pada perkebunan pulang kerumah masing-masing setelah enam hari tinggal di barak-barak penampungan buruh perkebunan.
Secara kasat mata, tidak ada yang special dan menarik di Kampung ini, penghuninya rata-rata berkulit sawo matang bahkan coklat kehitaman terpanggang matahari, anak-anak dengan penampilan lusuh ke sekolah tanpa sepatu bahkan telanjang kaki, para Lansia bersandar diteras, sambil menaburkan umpan ayam, para wanita bekerja layaknya pria, tidak ada batasan dalam hal pekerjaan, dari menoreh karet, menebas lahan, menyemprotkan Herbisida, cuci piring, mengasuh anak, sampai menyetir Excavator.
Satu-satunya hal yang menarik dan luar biasa adalah kisah dari sebuah rumah sederhana, dengan penghuni lima jiwa. Seorang laki-laki lugu yang bernama Pardi sedang ternganga, dikelilingi anak-anak yang masih kecil, Jenna, Jenni, dan Paldi, menikmati dengan terpaksa, kesenjangan antara khayalannya tentang hidup berumah tangga, dan kenyataan yang tebentang di depan mata. Pada masa mudanya, sering dia melihat gambaran poster Keluarga Berencana, Sinetron Romantis, dan cerita teman-temannya yang sudah berkeluarga, tentang sebuah perhatian, cinta, dan kasih sayang istri dan anak-anak mereka.
“Pakaian kita tidak akan ada bau apek, bro.., karena ada yang cuci!”
Minto, teman Pardi yang sudah memiliki putri menepuk bahunya dalam acara pernikahan Sisil dan Iwan, mempromosikan kehidupan rumah tangganya secara pribadi atau secara umum...atau apalah versi Mino sendiri, Pardi tidak mau memikirkan lebih jauh.
BESRSAMBUNG....
Secara kasat mata, tidak ada yang special dan menarik di Kampung ini, penghuninya rata-rata berkulit sawo matang bahkan coklat kehitaman terpanggang matahari, anak-anak dengan penampilan lusuh ke sekolah tanpa sepatu bahkan telanjang kaki, para Lansia bersandar diteras, sambil menaburkan umpan ayam, para wanita bekerja layaknya pria, tidak ada batasan dalam hal pekerjaan, dari menoreh karet, menebas lahan, menyemprotkan Herbisida, cuci piring, mengasuh anak, sampai menyetir Excavator.
Satu-satunya hal yang menarik dan luar biasa adalah kisah dari sebuah rumah sederhana, dengan penghuni lima jiwa. Seorang laki-laki lugu yang bernama Pardi sedang ternganga, dikelilingi anak-anak yang masih kecil, Jenna, Jenni, dan Paldi, menikmati dengan terpaksa, kesenjangan antara khayalannya tentang hidup berumah tangga, dan kenyataan yang tebentang di depan mata. Pada masa mudanya, sering dia melihat gambaran poster Keluarga Berencana, Sinetron Romantis, dan cerita teman-temannya yang sudah berkeluarga, tentang sebuah perhatian, cinta, dan kasih sayang istri dan anak-anak mereka.
“Pakaian kita tidak akan ada bau apek, bro.., karena ada yang cuci!”
Minto, teman Pardi yang sudah memiliki putri menepuk bahunya dalam acara pernikahan Sisil dan Iwan, mempromosikan kehidupan rumah tangganya secara pribadi atau secara umum...atau apalah versi Mino sendiri, Pardi tidak mau memikirkan lebih jauh.
BESRSAMBUNG....