PLUTONIUM, ISI PERUT BUMI YANG MENGERIKAN
Monday, December 16, 2013
0
comments
PLUTONIUM
Keterangan Umum Unsur
Nama, Lambang, Nomor atom
plutonium, Pu, 94
Deret kimia
aktinida
Penampilan
putih keperakan
Massa [ atom
(244) [ g/mol
Konfigurasi elektron
[Rn] 5f6 7s2
Jumlah elektron tiap kulit
2, 8, 18, 32, 24, 8, 2
Ciri-ciri fisik
Fase
padat
Massa jenis (sekitar suhu kamar)
19,816 g/cm³
Massa jenis cair pada titik lebur
16,63 g/cm³
Titik lebur
912,5 K
(639,4 °C, 1182,9 °F)
Titik didih
3505 K
(3228 °C, 5842 °F)
Kalor peleburan
2,82 kJ/mol
Kalor penguapan
333,5 kJ/mol
Kapasitas kalor
(25 °C) 35,5 J/(mol•K)
Tekanan uap
P/Pa 1 10 100 1 k 10 k 100 k
pada T/K 1756 1953 2198 2511 2926 3499
Ciri-ciri atom
Struktur kristal
monoklinik
Bilangan oksidasi
6, 5, 4, 3
(Oksida amfoter)
Elektronegativitas
1,28 (skala Pauling)
Energi ionisasi
pertama: 584,7 kJ/mol
Jari-jari atom
175 pm
Lain-lain
Sifat magnetik
tiada data
Hambat jenis listrik
(0 °C) 1,460 µΩ•m
Konduktivitas termal
(300 K) 6,74 W/(m•K)
Ekspansi termal
(25 °C) 46,7 µm/(m•K)
Kecepatan suara (kawat tipis)
(20 °C) 2260 m/s
Modulus Young
96 GPa
Modulus geser
43 GPa
Nisbah Poisson
0,21
Nomor CAS
7440-07-5
Isotop
iso
NA
waktu paruh
DM
DE (MeV)
DP
238Pu syn
88 thn
SF
— —
α
5,5 234U
239Pu syn
2,41 × 104 thn
SF
— —
α
5,245 235U
240Pu syn
6,5 × 103 thn
SF
— —
α
5,256 236U
241Pu syn
14 thn
β−
0,02078 241Am
SF
— —
242Pu syn
3,73 × 105 thn
SF — —
α 4.984 238U
244Pu kelumit
8,08 × 107 thn
α
4,666 240U
SF
— —
Referensi
Plutonium adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang Pu dan nomor atom 94. Ia merupakan unsur radioaktif transuranium yang langka dan merupakan logam aktinida dengan penampilan berwarna putih keperakan. Ketika terpapar dengan udara, ia akan mengusam oleh karena pembentukan plutonium(IV) oksida yang menutupi permukaan logam. Unsur ini pada dasarnya memiliki enam alotrop dan empat keadaan oksidasi. Ia bereaksi dengan karbon, halogen, nitrogen, dan silikon. Ketika terpapar dengan kelembaban udara, ia akan membentuk oksida dan hidrida dengan volume 70% lebih besar dan menjadi bubuk yang dapat menyala secara spontan. Ia juga merupakan racun radiologis yang dapat berakumulasi dalam sumsum tulang. Oleh karena sifat-sifat seperti inilah, proses penanganan plutonium cukup berbahaya, walaupun tingkat toksisitas keseluruhan logam ini kadang-kadang terlalu dibesar-besarkan.
Istotop terpenting plutonium adalah plutonium-239 yang memiliki umur paruh 24.100 tahun. Plutonium-239 merupakan fisil, yakni ia dapat memecah ketika dibombardir oleh neutron termal, melepaskan energi, radiasi gamma, dan neutron yang lebih banyak. Oleh karena itu, dia dapat mempertahankan reaksi rantai nuklir setelah mencapai massa kritis. Sifat-sifat inilah yang memungkinkan plutonium digunakan sebagai senjata nuklir dan digunakan pada beberapa reaktor nuklir. Isotop paling stabil plutonium adalah plutonium-244, dengan umur paruh sekitar 80 juta tahun. Umur paruh ini cukup panjang untuk bisa ditemukan secara alami dalam jumlah kecil. Plutonium-238 memiliki umur paruh 88 tahun dan memancarkan partikel alfa. Ia adalah sumber panas pada generator termolistrik radioisotop (digunakan pada beberapa pesawat antariksa). Plutonium-240 memiliki laju fisi spontan yang tinggi sehingga akan meningkatkan tingkat neutron latar pada sampel. Keberadaan Pu-240 akan membatasi potensi daya dan senjata suatu sampel. Ia juga digunakan sebagai titik tolok penentuan tingkat (grade) plutonium: tingkat senjata (< 7%), tingkat bahan bakar (7–19%), dan tingkat reaktor (> 19%). Pu-238 dapat disintesis dengan membombardir uranium-238 dengan deuteron, sedangkan Pu-239 dengan disintesis dengan membombardir uranium-238 dengan neutron.
Unsur 94 pertama kali disintesis oleh sekelompok ilmuwan yang dipimpin oleh Glenn T. Seaborg dan Edwin McMillan di Universitas California, Berkeley pada tahun 1940. McMillan kemudian menamai unsur baru tersebut plutonium (atas nama Pluto). Penemuan plutonium kemudian menjadi bagian penting dalam Proyek Manhattan untuk mengembangkan bom atom selama Perang Dunia II. Uji nuklir pertama, "Trinity" (Juli 1945), dan bom atom kedua ("Fat Man") yang digunakan untuk menghancurkan kota Nagasaki (Agustus 1945) memiliki inti Pu-239.
Daftar isi
[sembunyikan]
• 1 Karakteristik
o 1.1 Fisik
o 1.2 Alotrop
o 1.3 Fisi nuklir
o 1.4 Isotop dan sintesis
o 1.5 Sifat kimiawi dan senyawa plutonium
o 1.6 Keberadaan
• 2 Sejarah
o 2.1 Penemuan
o 2.2 Penelitian awal
o 2.3 Produksi semasa Proyek Manhattan
o 2.4 Bom atom Trinity dan Fat Man
o 2.5 Penggunaan pada Perang Dingin dan limbah nuklir
o 2.6 Percobaan medis
• 3 Penerapan
o 3.1 Bahan peledak
o 3.2 Penggunaan limbah nuklir
o 3.3 Sumber tenaga dan panas
• 4 Wewanti
o 4.1 Toksisitas
o 4.2 Massa kritis
o 4.3 Kemudahbakaran
• 5 Lihat pula
• 6 Catatan kaki
• 7 Referensi
• 8 Bibliografi
• 9 Pranala luar
[sunting] Karakteristik
[sunting] Fisik
Sama seperti logam-logam lainnya, plutonium memiliki penampilan perak mengkilat. Namun ketika terpapar dengan udara bebas, plutonium(IV) oksida akan terbentuk dengan cepat dan membuat logam tersebut menjadi kusam kelabu. Selain itu warna kuning dan hijau zaitun juga pernah dilaporkan.[1][2] Pada suhu kamar, plutonium berada dalam bentuk alotop alfanya. Bentuk alotrop inilah yang merupakan bentuk yang paling umum dan memiliki tingkat kekerasan seperti besi cor, terkecuali apabila ia dialoi dengan logam lainnya dan membuatnya menjadi lunak dan dapat dengan mudah diubah bentuk.[1] Berbeda dengan kebanyakan jenis logam, plutonium bukanlah konduktor panas dan listrik yang baik.[1] Ia memiliki titik leleh yang rendah (640 °C) dan titik didih yang sangat tinggi (3,327 °C).[1]
Emisi partikel alfa yang merupakan pelepasan inti helium berenergi tinggi adalah bentuk radiasi paling umum yang dipancarkan oleh plutonium.[3] Panas yang dilepaskan selama pelepasan dan deselerasi partikel-partikel alfa ini membuat plutonium dengan ukuran sebesar bola sofbol terasa hangat ketika disentuh, sedangkan untuk massa plutonium yang lebih besar, ia dapat mendidihkan satu liter air dalam waktu beberapa menit (bervariasi tergantung pada komposisi isotop).[4][5]
Resistivitas plutonium pada suhu kamar sangatlah tinggi jika dibandingkan dengan logam lain dan ia akan semakin tinggi ketika temperatur diturunkan.[6] Tren peningkatan resistivitas ini akan diteruskan sampai dengan 100 K. Di bawah temperatur ini, resistivitas akan menurun drastis.[6] Ketika temperatur menurun sampai dengan 20 K, resistivitas meningkat kembali oleh karena kerusakan radiasi (laju peningkatan sesuai dengan komposisi isotop).[6]
Oleh karena swa-iradiasi (self-irradiation) plutonium, ia akan memperlihatkan kelelahan (fatigue) pada keseluruhan struktur kristalnya, yang berarti bahwa penataan atom pada kristal akan dikacaukan oleh radiasi tersebut dari waktu ke waktu.[7] Namun, swa-iradiasi juga dapat mengakibatkan pelunakan yang dapat mengimbangi beberapa efek lelah ketika temperatur ditingkatkan di atas 100 K.[8]
[sunting] Alotrop
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Alotrop plutonium
Plutonium memiliki enam alotrop pada tekanan biasa: alfa (α), beta (β), gamma (γ), delta (δ), delta prime (δ′), & epsilon (ε)[9]
Plutonium umumnya mempunyai enam alotrop. Pada temperatur yang tinggi dan jangka tekanan tertentu, alotrop ketujuh (zeta, ζ) dapat terbentuk.[9] Alotrop-alotrop ini memiliki tingkat energi yang hampir sama, namun densitas dan struktur kristal yang sangat berbeda. Hal ini membuat plutonium sangat sensitif terhadap perubahan temperatur, tekanan, dan lingkungan kimiawi. Selain itu, perubahan volume yang dramatis selama transisi fase dari satu alotrop ke alotrop lainnya juga memungkinkan.[7] Tidak seperti bahan-bahan lainnya, densitas plutonium akan meningkat ketika ia meleleh (sebesar 2,5%). Namun cairan logam plutonium itu sendiri menunjukkan penurunan secara linear pada densitasnya seiring dengan meningkatnya temperatur.[6] Densitas berbagai alotrop plutonium berkisar dari 16,00 g/cm3 sampai dengan 19,86 g/cm3.[10]
Keberadaan banyak alotrop ini membuat pemrosesan plutonium sangat sulit. Sebagai contohnya bentuk α plutonium terbentuk pada suhu kamar dan ia memiliki karakteristik yang mirip dengan besi cor, namun akan berubah menjadi seperti plastik dan mudah diubah bentuk ketika ia berubah menjadi alotrop β (beta) pada temperatur yang sedikit lebih tinggi.[11] Alasan mengapa plutonium memiliki diagram fase yang rumit belumlah sepenuhnya diketahui.
Plutonium dalam bentuk δ (delta) umumnya terbentuk pada kisaran suhu 310 °C sampai dengan 452 °C, namun ia stabil pada suhu kamar apabila dialoi dengan galium, aluminium, ataupun serium dalam persentase rendah.[11] Bentuk delta plutonium memiliki sifat-sifat yang lebih mirip dengan sifat logam pada umumnya. Ia kira-kira sekuat dan selunak aluminium.[9]
[sunting] Fisi nuklir
Plutonium merupakan logam aktinida radioaktif. Isotop plutonium-239 (Pu-239) merupakan salah satu dari tiga isotop fisil utama[12] (sisanya adalah uranium-233 dan uranium-235).[13] Agar dapat dianggap sebagai fisil, inti atom sebuah isotop haruslah dapat memecah (fisi) ketika ditembakkan dengan neutron dan melepaskan sejumlah neutron tambahan yang cukup untuk mempertahankan reaksi berantai nuklir dengan memecahkan inti selanjutnya.
Plutonium tingkat senjata
Pu-239 memiliki faktor penggandaan (k) yang positif. Hal ini berarti bahwa jika logam tersebut tersedia dalam jumlah massa yang mencukupi dan dalam bentuk geometri yang tepat, ia dapat membentuk massa kritis.[14] Selama fisi, sebagian energi ikat yang mengikat inti agar tetap bersama dilepaskan sebagai energi panas, energi kinetik, dan energi elektromagnetik dalam jumlah yang besar. Satu kilogram Pu-239 dapat menghasilkan ledakan yang setara dengan 20,000 ton TNT.[4] Jumlah energi yang sangat besar ini membuat Pu-239 sangat berguna pada reaktor dan senjata nuklir.
Keberadaan isotop plutonium-240 (Pu-240) pada suatu sampel akan membatasi potensial bom nuklir plutonium. Hal ini dikarenakan Pu-240 memiliki laju fisi spontan yang tinggi (~440 fisi per detik per gram setiap 1.000 neutron per detik per gram[15]), sehingga meningkatkan tingkat neutron latar, yang pada akhirnya akan meningkatkan risiko pradetonasi.[16] Plutonium dapat dikategorikan ke dalam berbagai tingkatan, yaitu tingkat senjata, tingkat bahan bakar, dan tingkat reaktor, bergantung pada persentase Pu-240 pada suatu sampel. Plutonium tingkat senjata memiliki kadar Pu-240 kurang dari 7%, plutonium tingkat bahan bakar mengandung 7% - 19% Pu-240, dan plutonium tingkat reaktor mengandung lebih dari 19% Pu-240.[17] Isotop plutonium-238 (Pu-238) tidak dapat menjalani fisi nuklir dengan mudah, walaupun ia dapat mengalami peluruhan alfa.[4]
[sunting] Isotop dan sintesis
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Isotop plutonium
Terdapat setidaknya dua puluh isotop radioaktif plutonium yang telah diidentifikasi.[3] Isotop yang berumur paling panjang adalah Pu-244, dengan umur paruh 80,8 juta tahun. Diikuti oleh Pu-242 dengan umur paruh 373.300 tahun, dan Pu-239 dengan umur paruh 24.110 tahun.[3] Isotop radioaktif sisanya memiliki umur paruh kurang dari 7.000 tahun.[3] Unsur ini juga memiliki delapan keadaan metastabil, walaupun tidak ada satupun yang benar-benar stabil dan hanya memiliki umur paruh kurang dari satu detik.[3]
Isotop plutonium memiliki bilangan massa yang berkisar dari 228 sampai dengan 247.[3] Modus peluruhan utama isotop dengan bilangan massa yang lebih rendah daripada isotop paling stabil Pu-244 adalah fisi spontan dan emisi alfa. Kebanyakan akan menjadi isotop uranium (92 proton) dan neptunium (93 proton) sebagai produk peluruhan (dengan mengabaikan anang inti (daughter nuclei) yang dihasilkan selama proses fisi).[3] Modus peluruhan utama isotop yang memiliki bilangan massa lebih tinggi daripada Pu-244 adalah emisi beta, kebanyakan akan menjadi isotop amerisium (95 proton) sebagai produk peluruhan.[3] Pu-241 merupakan isotop induk deret peluruhan neptunium, meluruh menjadi amerisium-241 via emisi beta maupun elektron.[4]
Pu-238 dan Pu-239 adalah isotop yang paling sering disintesis.[4] Pu-239 disintesis via reaksi berikut yang menggunakan uranium (U) dan neutron (n) via peluruhan beta (β−) dengan neptunium (Np) sebagai zat antara:[18]
Dengan kata lain, neutron yang berasal dari fisi U-235 ditangkap oleh inti U-238, menjadi U-239; peluruhan beta akan menambahkan sebuah proton, menjadi Np-239 (umur paruh 2.36 hari), dan peluruhan beta lebih lanjut akan mengubahnya menjadi Pu-239.[19]
Pu-238 disintesis dengan membombardir U-238 dengan deuteron (D, inti hidrogen berat) menurut reaksi berikut:[20]
Pada persamaan ini, deuteron menghantam U-238 dan menghasilkan dua neutron berserta Np-238. Np-238 secara spontan meluruh dengan memancarkan partikel beta negatif menjadi Pu-238.
[sunting] Sifat kimiawi dan senyawa plutonium
Berbagai keadaan oksidasi Pu dalam larutan
Pada suhu kamar, plutonium murni berwarna perak dan ia akan mengusam ketika teroksidasi.[4] Unsur ini menunjukkan empat keadaan oksidasi ionik dalam larutan:[10]
• Pu(III), as Pu3+ (biru lavender)
• Pu(IV), as Pu4+ (kuning coklat)
• Pu(V), as PuO2+ (merah jambu)[catatan 1]
• Pu(VI), as PuO22+ (merah mudah oranye)
• Pu(VII), as PuO53− (hijau)– ion heptavalen ini sangat jarang
Warna larutan yang ditampilkan oleh larutan plutonium bergantung pada keadaan oksidasi dan sifat-sifat anion asam.[21] Anion asam akan memengaruhi derajat kompleksasi plutonium.
Logam plutonium dihasilkan dengan mereaksikan plutonium(IV) fluorida dengan barium, kalsium ataupun litium pada suhu 1200 °C.[22] Ia akan diserang oleh asam, oksigen, dan uap, namun tidak oleh alkali dan akan larut dengan mudahnya ke dalam asam klorida, asam iodat, dan asam perklorat pekat.[23] Lelehan logam plutonium harus disimpan dalam keadaan vakum ataupun pada atmosfer inert untuk menghindari terjadinya reaksi dengan udara.[11] Pada suhu 135 °C, logam plutonium akan menyala dan meledak jika diletakkan dalam karbon tetraklorida.[24]
Sifat piroforik plutonium dapat menyebabkannya tampak seperti bara api yang menyala.
Plutonium merupakan logam yang reaktif. Pada kelembaban udara ataupun argon, logam ini akan teroksidasi dengan cepat, menghasilkan campuran oksida dan hidrida.[1] Jika logam tersebut terpapar cukup lama dengan sejumlah uap air, permukaan berbentuk bubuk PuO2 yang membungkus logam akan terbentuk.[1] Selain itu, juga terbentuk plutonium hidrida. Apabila terpapar dengan uap air yang berlebihan, hanya akan terbentuk PuO2.[23]
Dengan adanya pembungkusan hidrida ini, logam plutonium bersifat piroforik, yang berarti ia akan menyala secara spontan. Oleh karena itu, logam plutonium biasanya ditangani dalam atmosfer yang inert dan kering (misalnya argon dan nitrogen).[1] Oksigen akan memperlambat efek-efek yang disebabkan oleh kelembaban dan berperan sebagai agen pemasifan.[1]
Plutonium bereaksi dengan oksigen menjadi PuO dan PuO2 beserta intermediat oksida lainnya;[10] plutonium oksida memiliki volume 40% lebih besar daipada logam plutonium.[24] Ia bereaksi dengan halogen dan menghasilkan senyawa seperti PuX3 (X dapat berupa F, Cl, Br ataupun I); PuF4 dan oksihalida seperti PuOCl, PuOBr dan PuOI juga dilaporkan terbentuk.[10] Selain itu, reaksi dengan karbon menjadi PuC, nitrogen menjadi PuN, dan silikon menjadi PuSi2 juga dapat terjadi.[10]
Krus yang digunakan untuk menampung plutonium haruslah tahan terhadap lingkungan reduksi yang kuat.[11] Logam tahan api seperti tantalum dan tungsten berserta oksida stabil borida, karbida, nitrida, dan silikida dapat menoleransi lingkungan seperti ini.[11] Peleburan pada tungku busur elektrik dapat digunakan untuk menghasilkan batangan logam kecil tanpa memerlukan krus.[11]
Plutonium dapat membentuk aloi dengan kebanyakan logam. Pengecualian terdapat pada logam alkali seperti litium, kalium, dan natrium, logam alkali tanah seperti barium, kalsium, dan stronsium, dan logam tanah nadir seperti europium dan iterbium.[23] Pengecualian parsial terdapat pada logam tahan api seperti kromium, molibdenum, niobium, tantalum, dan tungsten, yang dapat larut dalam plutonium cair, namun tidak dapat larut pada plutonium padat.[23]
[sunting] Keberadaan
Sejumlah kecil isotop plutonium (Pu-239 dan Pu-244) dapat ditemukan di alam. Pu-244 dapat ditemukan dalam jumlah kecil karena ia merupakan produk minor peluruhan pada bijih uranium dan mempunyai umur paruh sekitar 80 juta tahun yang cukup panjang.[25] Pu-239 dapat ditemukan dalam jumlah yang lebih kecil lagi (dalam satuan bagian per triliun) dan produk peluruhannya dapat secara alami ditemukan pada beberapa bijih uranium[26] [27]
Sejumlah kecil plutonium juga dapat ditemukan pada tubuh manusia oleh karena uji nuklir di atas daratan dan beberapa kecelakaan nuklir besar yang pernah terjadi.[24] Kebanyakan uji nuklir atsmosferik telah dihentikan sejak tahun 1963, namun Perancis masih terus melakukannya sampai dengan tahun 1980-an. Selain itu, beberapa negara juga masih terus melakukan uji nuklir tersebut setelah tahun 1963. Oleh karena Pu-239 merupakan hasil peluruhan radioaktif bijih uranium serta isotop plutonium yang paling banyak dibuat, ia merupakan isotop yang paling melimpah.[24]
[sunting] Sejarah
[sunting] Penemuan
Pada tahun 1934, Enrico Fermi dan sekelompok ilmuwan Universitas Roma La Sapienza melaporkan bahwa mereka telah menemukan unsur 94.[28] Fermi menyebut unsur ini sebagai hesperium.[29] Namun, sampel yang diduga sebagai unsur 94 ini sebenarnya hanyalah campuran barium, kripton, dan unsur-unsur lainnya. Tetapi hal ini tidak diketahui pada saat itu karena fisi nuklir masih belum ditemukan.[30]
Glenn T. Seaborg dan kelompok ilmuwan Berkeley adalah yang pertama memproduksi plutonium.
Plutonium (Pu-238) pertama kali diproduksi dan diisolasi pada tanggal 14 Desember 1940 oleh Dr. Glenn T. Seaborg, Edwin M. McMillan, J. W. Kennedy, Z. M. Tatom, dan A. C. Wahl dengan menembakkan uranium dengan deuteron. Unsur ini kemudian berhasil diidentifikasi secara kimiawi pada 23 Februari 1941.[31] Pada percobaan tahun 1940, neptunium-238 berhasil dihasilkan secara langsung dengan penghantaman, tetapi ia kemudian meluruh dengan mamancarkan emisi beta dua hari kemudian. Hal ini mengindikasikan terbentuknya unsur 94.[24]
Sebuah laporan ilmiah yang mendokumentasikan penemuan unsur plutonium kemudian dipersiapkan oleh para ilmuwan Universitas California, Berkeley tersebut dan dikirim ke jurnal Physical Review pada Maret 1941.[24] Tetapi laporan tersebut ditarik kembali sebelum publikasi, setelah ditemukan bahwa isotop unsur baru tersebut (Pu-239) dapat menjalani fisi nuklir yang dapat digunakan pada bom atom. Publikasi penemuan unsur tersebut kemudian ditunda setahun setelah akhir Perang Dunia II oleh karena kekhawatiran pada masalah keamanan dunia.[12]
Edwin McMillan yang sebelumnya telah menamai unsur transuranium pertama dengan nama neptunium (berasal dari nama planet Neptunus) mengajukan bahwa unsur 94, sebagai unsur transuranium kedua, dinamakan dari planet Pluto.[4][catatan 2] Seaborg pada awalnya mempertimbangkan nama "plutium", namun kemudian merasa bahwa nama tersebut tidak sebagus "plutonium".[32] Pemilihan simbol "Pu" oleh Seaborg pada awalnya hanyalah sebagai lelucon, namun ternyata simbol tersebut kemudian tanpa disadari telah terdaftar ke dalam tabel periodik.[catatan 3] Nama-nama alternatif lainnya yang pernah Seaborg dan ilmuwan lainnya pertimbangkan adalah "ultimum" ataupun "extremium" karena terdapat kepercayaan bahwa mereka telah menemukan unsur terakhir pada tabel periodik.[33]
[sunting] Penelitian awal
Sifat-sifat kimiawi plutonium ditemukan mirip dengan uranium setelah dilakukan kajian awal selama beberapa bulan.[24] Penelitian kemudian dilanjutkan di laboratorium rahasia di Universitas Chicago. Pada 18 Agustus 1942, sejumlah kecil unsur ini diisolasi dan diukur untuk pertama kalinya. Sekitar 50 mikrogram plutonium-239 beserta uranium dan produk fisi diproduksi, namun hanya 1 mikrogram yang diisolasi.[26] Prosedur ini mengijinkan para kimiawan menentukan massa atom unsur baru ini.[34][catatan 4]
Pada November 1943, beberapa plutonium trifluorida berhasil direduksi dan menghasilkan sampel logam plutonium yang pertama.[26] Plutonium yang dihasilkan cukup banyak dan membuat plutonium sebagai unsur pertama yang dihasilkan secara sintetik yang dapat dilihat dengan mata telanjang.[35]
Sifat-sifat nuklir plutonium-239 juga dikaji; para peneliti menemukan bahwa ketika ia ditembakkan dengan neutron, ia akan memecah (fisi) dan melepaskan lebih banyak neutron dan energi. Neutron-neutron ini kemudian dapat menghantam atom plutonium-239 lainnya, dan mengakibatkan reaksi berantai yang meningkat secara eksponensial. Reaksi berantai ini dapat mengakibatkan ledakan yang cukup besar untuk menghancurkan sebuah kota apabila isotop dalam jumlah yang cukup dikonsentrasikan dan mencapai massa kritis.[24]
[sunting] Produksi semasa Proyek Manhattan
Semasa Perang Dunia II, pemerintah AS mencanangkan Proyek Manhattan yang ditugaskan untuk mengembangkan bom atom. Tiga tempat riset dan produksi utama proyek ini adalah fasilitas produksi plutonium Hanford Site, fasilitas penggayaan uranium di Oak Ridge, Tennessee, dan laboratorium riset dan desain senjata yang sekarang ini dikenal sebagai Laboratorium Nasional Los Alamos.[36]
Muka Reaktor B Handord yang sedang dalam konstruksi, ia merupakan reaktor produksi plutonium yang pertama
Reaktor produksi pertama yang memproduksi plutonium-239 adalah Reactor Grafit X-10. Ia mulai bekerja pada tahun 1943 dan dibangun di sebuah fasilitas di Oak Ridge yang kemudian menjadi Laboratorium Nasional Oak Ridge.[24][catatan 5]
Pada 5 April 1944, Emilio Segrè yang berada di Los Alamos menerima sampel pertama plutonium yang dihasilkan oleh reaktor di Oak Ridge.[37] Dalam waktu sepuluh hari, ia menemukan bahwa plutonium yang dihasilkan itu memiliki konsentrasi isotop Pu-240 yang lebih tinggi daripada plutonium yang dihasilkan dari siklotron. Pu-240 memiliki laju fisi spontan yang tinggi dan akan meningkatkan tingkat neutron latar sampel plutonium. Desain senjata plutonium awal yang diberi kode nama "Thin Man" terpaksa dibatalkan karena peningkatan jumlah neutron spontan akan meningkatkan probabilitas terjadinya pra-detonasi.
Desain senjata plutonium yang dikerjakan di Los Alamos kemudian diubah menjadi bentuk implosi yang lebih rumit, diberi kode nama "Fat Man." Senjata implosi (implosion) ini memiliki desain plutonium berbentuk bola padat yang dikompres menjadi bertekanan tinggi dengan lensa yang mudah meledak.[37]
Konstruksi reaktor B Hanford, reaktor nuklir berskala industri yang pertama, diselesaikan pada Maret 1945.[38] Reaktor B memproduksi bahan fisil yang digunakan untuk senjata plutonium yang digunakan semasa Perang Dunia II.[catatan 6]
[sunting] Bom atom Trinity dan Fat Man
Oleh karena keberadaan Pu-240 pada plutonium yang dihasilkan oleh reaktor, desain implosi dikembangkan pada senjata "Fat Man" dan Trinity"
Uji bom atom pertama, diberi kode nama "Trinity" dan didetonasi pada 16 Juli 1945 dekat Alamogordo, New Mexico, menggunakan plutonium sebagai bahan fisilnya.[26] Desain implosi senjata ini menggunakan lensa-lensa peledak yang digunakan untuk mengompres bola plutonium agar mencapai massa superkritis. Bola plutonium tersebut kemudian dihujani neutron yang dihasilkan oleh inisiator yang dibuat dari berilium dan polonium.[24] Dengan demikian, ia akan menjamin terjadinya reaksi berantai dan ledakan. Keseluruhan senjata ini memiliki berat lebih dari 4 ton, walaupun plutonium yang digunakan pada inti senjata hanyalah seberat 6,2 kg.[39] Sekitar 20% plutonium yang digunakan dalam senjata Trinity menjalani fisi, menghasilkan ledakan dengan energi setara dengan kira-kira 20.000 ton TNT.[40][catatan 7]
Desain identik yang digunakan pada bom atom "Fat Man" dijatuhkan ke Nagasaki, Jepang pada 9 Agustus 1945, menewaskan 70.000 orang dan mencederai 100.000 lainnya.[24] Bom "Little Boy" yang dijatuhkan ke Hiroshima tiga hari sebelumnya menggunakan uranium-235, dan bukannya plutonium. Jepang menyerah tanpa syarat pada 15 Agustus, secara efektif mengakhiri perang. Hanya setelah pengumuman bom atom pertama inilah keberadaan unsur plutonium diberitakan kepada publik.
[sunting] Penggunaan pada Perang Dingin dan limbah nuklir
Sejumlah besar timbunan plutonium tingkat senjata diproduksi oleh Uni Soviet dan Amerika Serikat selama Perang Dingin. Reaktor-reaktor milik Amerika Serikat di Hanford dan Savannah River Site di Carolina Selatan memproduksi 103 ton plutonium,[41] dan diperkirakan 170 ton lainnya diproduksi di Rusia.[42][catatan 8] Setiap tahun, sekitar 20 ton unsur ini masih diproduksi sebagai produk samping industri tenaga nuklir.[10] Sebanyak 1000 ton plutonium masih dalam penyimpanan, dengan 200 ton di antaranya berada di dalam atau diekstraksi dari senjata nuklir.[24]
Desain terowongan penyimpan limbah nuklir yang diajukan untuk pusat penyimpanan limbah nuklir Gunung Yucca.
Sejak berakhirnya Perang Dunia, timbunan plutonium ini telah menjadi fokus utama proliferasi nuklir. Di Amerika Serikat, beberapa plutonium yang diekstraksi dari senjata nuklir yang telah dibongkar dilebur menjadi dalam bentuk gelondongan gelas plutonium oksida seberat dua ton.[24] Gelas ini dibuat dari borosilikat yang dicampur dengan kadmium dan gadolinium.[catatan 9] Gelondongan-gelodongan ini direncanakan ditutup dengan baja dan di simpan di lubang bawah tanah sejauh 4 km yang ditopang oleh beton.[24] Sampai dengan tahun 2008, hanya tempat penyimpanan limbah nuklir Gunung Yucca yang dijadwalkan untuk menyimpan plutonium dengan cara demikian.[43] Berbagai penentangan terhadap rencana ini telah menunda usaha penyimpanan limbah nuklir di Gunung Yucca ini.
[sunting] Percobaan medis
Semasa dan setelah berakhirnya Perang Dunia II, para ilmuwan yang terlibat dalam Proyek Manhattan dan proyek-proyek riset senjata nuklir lainnya melakukan berbagai kajian pada efek plutonium terhadap hewan dan manusia.[44] Pada kajian hewan, ditemukan bahwa beberapa miligram plutonium per kilogram jaringan tubuh merupakan dosis yang mematikan.[45]
Sedangkan pada kasus percobaan pada manusia, disuntikkan larutan yang mengandung lima mikrogram plutonium ke tubuh pasien rumah sakit yang telah menderita sakit parah ataupun yang memiliki tingkat harapan hidup yang lebih kecil dari sepuluh tahun baik oleh karena usia maupun kondisi penyakit yang kronis.[44] Kadar suntikan ini diturunkan menjadi satu mikrogram pada Juli 1945 setelah dari data percobaan hewan, ditemukan bahwa cara plutonium mendistribusikan dirinya pada tulang ternyata lebih berbahaya daripada radium.[45]
Delapan belas subjek percobaan manusia disuntikkan plutonium tanpa sepengetahuan mereka.[44] Percobaan ini dilakukan untuk mengembangkan alat diagnostik yang dapat menentukan kadar penyerapan plutonium dalam tubuh, sehingga dapat dikembangkan sebuah standar keamaan pekerjaan yang melibatkan plutonium.[44]
Pada zaman sekarang, percobaan pada manusia ini dianggap sebagai pelanggaran kode etik kedokteran dan sumpah Hippokrates yang serius.
[sunting] Penerapan
[sunting] Bahan peledak
Bom atom yang dijatuhkan ke Nagasaki, Jepang pada tahun 1945 mempunyai inti plutonium.
Oleh karena kemudahan isotop Pu-239 menjalani fisi dan ketersediaannya, ia merupakan komponen fisil utama dalam pembuatan senjata nuklir. Dengan membungkus bola plutonium padat dengan pemadat (lapisan tambahan yang dibuat dari bahan-bahan padat) akan menurunkan jumlah plutonium yang diperlukan untuk mencapai massa kritis dengan memantulkan kembali neutron yang lolos kembali ke inti plutonium. Hal ini akan menurunkan jumlah plutonium yang diperlukan dari 16 kg menjadi 10 kg, berupa bola berdiameter 10 cm.[46] Massa kritis ini adalah sekitar sepertiga daripada massa kritis U-235.[4]
Bom plutonium jenis "Fat Man" yang diproduksi semasa Proyek Manhattan menggunakan kompresi eksplosif plutonium untuk mendapatkan tingkat densitas plutonium yang lebih besar daripada biasanya dan menggabungkannya dengan sumber neutron untuk memulai reaksi dan meningkatkan efisiensi. Sehingga, hanya diperlukan 6,2 kg plutonium untuk mendapatkan daya ledak yang setara dengan 20 kiloton TNT.[40][47] Secara teoritis, hanya diperlukan sejumlah kecil 4 kg plutonium (atau bahkan lebih kecil dari itu) untuk membuat bom atom dengan desain perakitan yang canggih.[47]
[sunting] Penggunaan limbah nuklir
PUREX (Plutonium–URanium EXtraction) memroses ulang bahan bakar nuklir yang telah digunakan untuk mengekstraksi uranium dan plutonium dalam bentuk bahan bakar oksida campuran (MOX) yang dapat digunakan kembali dalam reaktor nuklir. Plutonium tingkat senjata dapat kemudian ditambahkan ke campuran bahan bakar tersebut. Bahan bakar MOX digunakan pada reaktor air ringan dan terdiri dari 60 kg plutonium per ton bahan bakar. Setelah empat tahun, tiga per empat plutonium tersebut akan telah habis digunakan (berubah menjadi unsur lain). Reaktor pembiak secara spesifik dirancang untuk mendapatkan bahan fisil dengan laju yang lebih cepat daripada laju konsumsi bahan tersebut.
Bahan bakar MOX telah digunakan sejak tahun 1980-an dan secara luas digunakan di Eropa. Pada bulan September 2000, Amerika Serikat dan Rusia menandatangani Perjanjian Pengelolaan dan Disposisi Plutonium (Plutonium Management and Disposition Agreement) yang mana masing-masing pihak setuju untuk membuang 34 ton plutonium tingkat senjata.[49] Departemen Energi AS berencana membuang 34 ton plutonium tingkat senjata sebelum akhir 2019 dengan mengubahnya menjadi bahan bakar MOX yang dapat digunakan pada reaktor nuklir komersial.
Efisiensi juga bisa didapatkan melalui pemrosesan ulang, yakni batangan bahan bakar diproses untuk menghilangkan produk limbah yang mencapai 3% berat total batangan tersebut setelah tiga tahun penggunaan. Isotop uranium dan plutonoum apapun yang dihasilkan selama tiga tahun tersebut ditinggalkan dan batangan tersebut kembali digunakan.[catatan 10] Namun, keberadaan 1% galium per massa plutonium tingkat senjata memiliki potensi membatasi operasi jangka panjang reaktor air ringan.[50]
241Am baru-baru ini telah diajukan untuk digunakan sebagai agen detanurasi batangan bahan bakar reaktor dengan membuat bahan bakar tersebut tidak dapat digunakan kembali lagi untuk konversi senjata nuklir.[51]
[sunting] Sumber tenaga dan panas
Pelet 238PuO2 yang berpijar
Isotop plutonium-238 (Pu-238) memiliki umur paruh 87,5 tahun. Ia memancarkan sejumlah besar energi termal dengan tingkat pancaran sinar gama dan partikel neutron spontan yang rendah. Sebagai pemancar partikel alfa, ia memancarkan radiasi berenergi tinggi dengan tingkat penetrasi yang rendah, sehingga hanya diperlukan pemerisaian yang minimal. Selembar kertas dapat digunakan untuk memerisai partikel alfa yang dipancarkan oleh Pu-238 manakala satu kilogram isotop ini dapat menghasilkan 22 juta kilowat jam energi panas.
Sifat-sifat ini membuat isotop Pu-238 sangat cocok digunakan sebagai sumber listrik peralatan yang harus berfungsi tanpa pemeliharaan secara langsung selama seumur hayat manusia. Oleh karenanya, ia digunakan dalam pembangkit termolistrik radioisotop dan unit pemanas radioisotop yang digunakan pada misi penjelajahan luar angkasa Cassini, Voyager dan New Horizons.
Plutonium-238 juga telah sukses digunakan untuk menenagai pemacu jantung buatan, sehingga mengurangi risiko pembedahan ulang. Ia umumnya telah digantikan dengan sel primer berbasis litium. Namun, sampai dengan tahun 2003, masih terdapat sekitar 50 sampai dengan 100 pemacu jantung yang ditenagai plutonium yang masih ditanam dan berfungsi.Plutonium-238 yang dicampur dengan berilium digunakan untuk menghasilkan neutron untuk tujuan riset.
Toksisitas
Isotop dan senyawa plutonium sangat beracun oleh karena radioaktivitasnya. Dari sudut pandang toksisitas kimiawi, arsen dan sianida lebih beracun daripada plutonium, dan plutonium sama beracunnya dengan kafeina.
Plutonium lebih berbahaya ketika terhirup daripada tertelan. Resiko kanker paru-paru meningkat seketika radiasi yang terhirup melebihi 400 mSv. Ia tidak akan diserap ke dalam tubuh secara efisien apabila tertelan; hanya sekitar 0,04% plutonium oksida yang diserap setelah ditelan. Ketika plutonium diserap ke dalam tubuh, ia akan diekskresikan dengan sangat lambat, dengan waktu paruh hayati selama 200 tahun. Plutonium mempunyai rasa seperti logam.
Radiasi alfa yang dipancarkan plutonium tidak dapat menembus kulit, namun dapat mengiradiasi organ-organ dalam ketika plutonium terhirup ataupun tertelan.
Orang/ tubuh yang paling berisiko terkena iradiasi adalah tulang (di mana ia paling berkemungkinan diserap ke permukaan tulang) dan hati (di mana ia dikumpulkan dan menjadi terkonsentrasi).
Plutonium dalam jumlah yang sangat besar dapat menyebabkan keracunan radiasi yang akut dan kematian jika ditelan ataupun dihirup; namun, sampai sekarang tidak ada satupun manusia yang diketahui meninggal oleh karena menghirup ataupun menelan plutonium. Selain itu banyak orang mempunyai sejumlah kecil plutonium yang dapat dideteksi dalam tubuh mereka.
Massa kritis
Reka ulang percobaan yang dilakukan oleh Harry Daghlian dengan bola plutonium yang dikelilingi oleh wolfram karbida yang dapat memantulkan neutron
Selain permasalahan pada toksisitas plutonium, akumulasi sejumlah plutonium yang mencapai massa kritis juga harus dihindari, terutama karena massa kritis plutonium hanyalah sepertiga daripada massa kritis uranium-235.[4] Plutonium yang mencapai massa kritis akan memancarkan sejumlah neutron dan sinar gama dalam kadar yang mematikan. Plutonium dalam larutan lebih berkemungkinan membentuk massa kritis daripada plutonium dalam bentuk padatan.[10]
Dalam sejarahnya, telah terjadi beberapa kecelakaan yang melibatkan pembentukan massa kritis ini. Penanganan yang tidak hati-hati pada bata wolfram karbida yang diletakkan di sekitar 6,2 kg bola plutonium menyebabkan radiasi dengan dosis fatal pada tanggal 21 Agustus 1945 di Los Alamos, yang mana ilmuwan Harry K. Daghlian, Jr. menerima dosis yang diperkirakan setara dengan 5,1 Sievert dan meninggal 28 hari sesudahnya.[63] Sembilan bulan kemudian, ilmuwan Los Alamos lainnya, Louis Slotin, juga meninggal dalam kecelakaan yang melibatkan reflektor berilium dan inti plutonium yang sama, yang sebelumnya telah menyebabkan kematian Daghlian (bola plutonium ini kemudian diberi nama panggilan "demon core"). Insiden ini kemudian diangkat ke dalam film tahun 1989 Fat Man and Little Boy.
Pada bulan Desember 1958, selama proses pemurnian plutonium di Los Alamos, massa kritis terbentuk di dalam tabung pencampuran, menyebabkan kematian operator derek. Selain itu, kecelakaan nuklir lainnya juga pernah terjadi di Uni Soviet, Jepang, dan negara-negara lainnya.
Kemudahbakaran
Logam plutonium juga merupakan bahan yang mudah terbakar. Ia akan bereaksi dengan oksigen dan air, yang akan menyebabkan akumulasi plutonium hidrida. Plutonium hidrida merupakan bahan piroforik dan akan menyala ketika terkena udara bebas pada suhu kamar. Plutonium akan mengembang melebihi 70% volume awal ketika ia teroksidasi, sehingga dapat merusak wadah penampung. Pasir magnesium oksida merupakan bahan yang paling efektif dalam memadamkan api plutonium. Ia mendinginkan bahan yang terbakar, dan bekerja sebagai sungap panas (heat sink) serta memblok oksigen. Untuk menghindari terjadinya kebakaran, penanganan yang khusus perlu diterapkan. Umumnya diperlukan penanganan dalam atomosfer inert.
0 comments:
Post a Comment